Pulau Derawan dan Kakaban untuk tahun yang ke-20

on Thursday, July 25, 2013
Anak KP Berau Coal edisi Juli 2013
Ketika lo googling untuk mencari tahu apa itu Berau, kemungkinan hasilnya Cuma 2: Derawan dan Berau Coal. Inilah kota yang menjadi “rumah” sementara gue selama 2 bulan. Di Berau Coal gue melaksanakan kerja praktek yang sumpeh-gak-kuat-gue-kalo-harus-kerja-kayak-begini: berangkat jam 7 pagi, sampe head office duduk anteng depan laptop sampe jam setengah 6 sore.

Sekarang gue bukan mau cerita gimana asem manisnya kerja di pertambangan. Gue mau ceritain Berau dari sisi lainnya, DERAWAN!!!!!!!!!!! Dan KAKABAAAAANNNNNN!!!!!!!!!!!.

Weekend kemaren, gue bersama 4 temen rantau seperjuangan yang pada lagi KP juga sama-sama mati kebosanan. Secara dadakan, muncul aja wacana mau ke derawan dan keliling pulau sekitarnya. Gak peduli lagi bulan puasa.

Walaupun derawan terhitung masih bagian dari kabupaten Berau, jangan dikira perjalanan kesana Cuma sejam dua jam dan sekali jalan sob. You know Kalimantan, beda kecamatan aja jaraknya kayak beda kota. Dari tanjung redeb (kantor berau coal, ibukota kabupaten berau) harus pesen travel ke tanjung batu yang memakan waktu 2 jam. Sampe tanjung batu, nyebrang lautan pake speed boat selama 30 menit. Baru sampe di pulau derawan. Kita ber5 nginep di losmen apung. Apa itu losmen apung? Semacem penginapan panggung berbahan baku kayu ulin yang mengapung di atas laut. Sekali tu kayu jebol, hanyut deh. Tapi asli indah alami banget. bahkan dari lantai kamar lo bisa ngeliat perairan di bawah lo karena kayunya dibuat renggang-renggang.

The "losmen apung"
FYI, mereka ber4 ini dari awal mau ke berau coal niatnya udah melenceng. Gue sih ga berniat vacation jadi gak ada persiapan perlengkapan liburan satupun. Nah mereka….mau ke Berau emang karena mau ke derawan -______-. Baju renang, sunblock, kacamata, kamera, kacamata renang lengkaaaap. Gue? bawa 1 koper isi buku sama 4 macam sepatu (“niat” kerja sekali ya). Mereka semua traveller pelanglang buana yang udah adventure ke alam di kota mana-mana, makanya mereka pada niat banget buat menjelajah derawan dan kakaban. Gue? traveller amatiran yang gampang capek dan gamau susah namun tak pantang menyerah, wkwkwkwkwk.

Speed Boat kapasitas 6-7 orang
Berhubung jiwanya bolang semua, sampe di derawan Cuma naro barang langsung cus buat berlayar ke pulau kakaban. Mau ke kakaban mesti pake speed boat lagi. menjelajah lautan lagi selama…..1,5 jam. Enggak recommended buat yang mabok laut sama takutan tenggelem kayak nyokap gue (seriously, nyokap naik perahu beratep dan gede ke gili meno istighfar sambil merem dan nahan muntah sepanjang jalan). 1,5 jam mengarungi lautan lepas pake speed boat kapasitas 6 orang tanpa atap tanpa life vest, bolang abis.

Pantai di pulau Kakaban
Pulau kakaban itu pulau kecil tak berpenghuni yang dikunjungi orang pure untuk berwisata *berenang bersama ubur-ubur*. Gak ada orang lain selain kita. Sepi dan “biru” banget karena belum komersil kayak gili trawangan atau pantai kuta. Satu pulau serasa milik ber5, whooooaaaah. Baru liat pantainya aja, yaampun transparan seksi gitu. Pantai terseksi yang pernah gue liat sejauh ini adalah Gili meno, dan seriously pantai disini jauh lebih seksi, awww.

LAGUNA UBUR-UBUR, CUTE BANGET KAN!
Kalo lo googling image kakaban, hal yang akan memenuhi layar computer adalah ubur-ubur. Ubur-ubur oren kecoklatan dan transparan. Begitu gue sampai di danaunya. Subhanallah, pemandangannya Subhanallah banget (ini belom nyelem, baru liat dari permukaan udah teriak-teriak kegirangan). Seperti melihat kolam gede dengan berjuta ubur-ubur. Apalagi ubur-uburnya bisa diajak renang bareng. Usut punya usut, katanya ubur-ubur disini adalah ubur-ubur yang terperangkap di air payau. Karena di laguna ini gak ada predator, sehingga si ubur-ubur berevolusi kemudian “kehilangan” alat sengatnya dan kemudian beranak-pinak sampai berjuta-juta. Di dunia, Cuma ada 2 alam bahari sejenis. Satu di kakaban, satu lagi di daerah samudera pasifik (terus harus berenang di samudera gitu? Haha). Dan katanya, yang di Kalimantan Timur ini adalah yang terbesar sehingga dinobatkan sebagai world heritage. Ngerasa beruntung banget bisa dikasih kesempatan yang “mahal” kayak gini, karena emang kalo mau kesini biayanya literally mahal. KAPAN LAGI COY? KE KAKABAN PAKE TIKET PESAWAT GRATIS.
kayak mainaaaaan!

Setelah “nyemplung” ke danaunya, mulailah sensasi-sensasi “kembali ke alam” beterbangan bersama ubur-ubur yang menari-nari. Agh, sekali lagi pemandangan yang mahal dan langka banget. Hehijauan, langit yang cerah, dan cuaca yang mendukung. Snorkeling diantara lautan ubur-ubur dan alga. Melihat kedalaman laguna dari balik kacamata snorkeling. Melompat yang tinggi kemudian pasrah jatuh dihempas gravitasi dalam air. Menyentuh ubur-ubur yang badannya serapuh jelly. Agh :”) tapi kelelep gara-gara belom bisa napas pake mulut.
Biruuuuu
Tidak cukup puas menyelam di danau, kami berlanjut snorkeling ke lautnya. Ini nih wisata bahari yang bener-bener seksi saking jernihnya. Beruntung dapet kamera underwater pinjeman yang bisa mengabadikan fenomena alam ini (pics=no hoax! :p). bahkan dari balik lensa kamera semuanya masih keliatan asri banget, kebayang gak kalo diliat dengan mata telanjang gimana?. Karang-karang, ikan-ikan, biota laut yang baru kali ini bisa gue liat dengan sangat jelas (sebagai benchmark=snorkeling di pantai-pantai jawa-bali Cuma bisa liat pasir larut di air laut doang). Bahkan kami berenang sampai ke bibir palung kedalaman lebih dari 100 m. dan berhubung gue adalah pecinta alam yang cupu, berenang-renang sampai ke tengah lautan dengan life vest (gue masih sayang nyawa coy), 4 orang lainnya berenang tanpa life vest ke tengah laut lepas. Gila gak, bolang abis kan bocah-bocahnya -.-


Menghabiskan tenaga untuk bermain air di kakaban, destinasi selanjutnya adalah pulau sangalaki. Pulaunya berpenduduk, tapi gak boleh nyalain listrik tiap malem, dan karena gak punya sumber air tawar (nah loh setres gak lu jadi penduduk situ?). air buat mandi minum cuci-cuci harus ngangkut dulu pake speed boat dari pulau derawan pake tangki-tangki air. “air tawar sudah berasa emas”, ujar seorang penduduk. Dan gak boleh nyalain listrik karena wilayah ini adalah area observasi penyu. Kalo nyalain listrik, penyunya kabur gak jadi beranak -.- (beranaknya kan malem-malem). Di pulau ini kami hanya ciplak-cipluk main air di pantai.

bayi pari
Sembari perjalanan pulang, kami mampir dulu ke hamparan pasir di tengah laut yang dinamakan “gosong”. Gosong ini hanya muncul ketika air laut surut. Beruntungnya, saat itu air sedang surut sehingga kami bisa mampir di hamparan pasir tengah laut seperti “manusia terdampar”. Dan disini gue bisa liat bayi-bayi ikan pari berenang-renang.

Kami tidak mampir di pulau maratua karena medannya bagus untuk diving, tidak untuk snorkeling. Mesti persiapan kuat nafas sama budget gede dulu ye kalo mau diving.

Setelah pulang kembali ke derawan di sore hari, kami keliling kampung, tapi ndak ada apa-apa.

yang pake life vest itu gue
Besoknya, kembali berwisata bahari di sekitar pulau derawan. Tadinya, gue gak berani ikut rombongan ke tengah laut. Tapi setelah “nyemplung”, tau-tau udah di tengah aja, permukaannya udah kayak di ujung dunia. Kembali mencuci mata dengan biota laut pulau derawan. Ada penyu umurnya 40 tahun gedeeee banget. bisa pegang bintang laut warna-warni yang kayak mainan. Kegesek-gesek karang yang bikin tangan kaki luka. Dan yang paling penting, di hari kedua main nyemplung-nyemplungan ini AKHIRNYA GUE BISA BERTAHAN NAFAS PAKE MULUT LEWAT ALAT SNORKELING. Tadinya, kalo di dalem air gue hanya bertahan beberapa detik sambil nahan nafas. Namun karena tidak berhenti mencoba, akhirnya gue berhasil melelepkan muka ke air dalam hitungan menit. Dengan bisa melelepkan muka berlama-lama, cuci matanya jadi lebih memuaskan, haha (tapi belom berani lepas life vest).

foto ini no filter. dasar lautnya keliatan!
Sebenernya sayang, sayaaaaaaanggggg banget udah jauh-jauh ke derawan, kakaban, tapi gak jago renang. Pengen banget kayak mereka-mereka yang berani nyelem di laut lepas tanpa takut kelelep. Life vest itu ganggu karena seolah menjadi hijab lo dengan alam yang mencoba bersahabat. Next time, gue mau lagi, mau banget menambah pengalaman gue dalam berwisata bahari (ngakunya orang bali kaaan, ngakunya anak pantai kaaan). Mungkin lain kali gue akan coba magang (biar tiket pesawatnya gratis) di daerah yang lebih jauh lagi, eksplor lebih dalam lagi, dan ngeblog yang lebih seru lagi! *anaknya sok-sok mobile banget gitu*. Tapi seriously, siapa sih di dunia ini yang gak suka travelling? Gak ada kan?. Kalo boleh menulis mimpi, gue pengen banget bisa honeymoon ke santorini ngeliat alam biru yang lebih seksi lagi (ye gak bud? Wqwqwqwq).

Pulangnya, mesti naik speed boat lagi. kedinginan diterpa angin laut karena lupa bawa jaket. Sepanjang perjalanan pulang merenung aja. By the way, gue baru berulang tahun yang ke…..20. ulang tahun yang jauh dari orang-orang terdekat. Tanpa hadiah, tanpa selebrasi :(. Yang akhirnya membuat gue menjadi merenung di tengah gemuruh ombak. Alhamdulillaaaaaah bisa dikasi kesempatan untuk menikmati ciptaan Allah yang super Subhanallah. Alhamdulillaaaaaaah dikasi nikmat sehat dan waktu luang. Alhamdulillaaaaaaaah punya orang tua yang masih mampu membiayai “kebutuhan liburan” (dan tiket pesawat pulang kampung berau-denpasar harga lebaran yang lebih dasyat daripada harga tiket pesawat ke Australia). 

Alhamdulillah 20 th and life’s good :)

Kalau dikasi kesempatan, mau sering-sering mengucap kagum menikmati ciptaan-Nya yang lebih Subhanallah lagi.



Dewata, Celebes, dan Borneo

on Tuesday, July 16, 2013
Saya selalu punya mimpi untuk keluar dari pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Tapi tidak ada alasan yang cukup kuat untuk benar-benar mewujudkannya. Tujuan utama dan yang paling memungkinkan sebenarnya pulau Sumatera, karena sudah lebih dari sekali saya dan teman-teman merencanakan mengadakan trip kesana. Apa daya hanya wacana. Sama sekali tidak pernah terpikir bahwa ternyata pulau yang menjadi destinasi penerbangan non-jawa bali nusra pertama saya adalah……….Sulawesi. Perjalanan saya ke luar pulau ini perlu pengorbanan juga. Berhubung saya akan ada di kota yang sangat jauh dan cukup terpencil selama 2 bulan ditambah lagi saya seorang perempuan, bawaan saya sangat banyak. Tidak disangka, ternyata bagasi saya mencapai 41 kg. Apa saja isinya? Seperangkat perlengkapan sandang, buku perkuliahan (yang sangat berat-berat) dan dokumen untuk keperluan kerja praktek, ditambah lagi….karena ibu saya adalah tipe orang yang “ngasi oleh-oleh jangan tanggung-tanggung” jadilah saya membawa 1 kerdus isi makanan khas bali. Dan saya cukup shock, untuk membawa itu semua dari Denpasar sampai Berau, saya harus membayar biaya kelebihan bagasi seharga tiket Denpasar-Jakarta pulang pergi. Pasrah. Karena bawaan saya terlalu ribet untuk di bongkar muat. Berdoa, semoga seluruh bawaan bisa sampai di Berau dengan selamat, karena beberapa kali mendengar cerita penumpang transit, barang bawaan mereka tidak sampai di tujuan.

Sebenarnya tidak bisa dikatakan saya benar-benar pergi ke Sulawesi. Karena sebenarnya, tujuan utama saya adalah Kalimantan. Dikarenakan tidak ada penerbangan non-stop Denpasar-Berau, jadi mau tidak mau saya harus transit dan pindah pesawat. Beruntungnya, penerbangan lanjutan yang paling pendek durasinya adalah dengan melalui transit di ujung pandang. Dan saya baru tahu ternyata Ujung Pandang adalah nama lama dari Makassar. Di Makassar saya hanya numpang duduk, di bandara sultan hasanuddin. Bandara ini bandara internasional jadi tentu sudah modern, 11:12 dengan terminal 3 (internasional) bandara Soekarno-Hatta.

Destinasi transit saya selanjutnya adalah bandara sepinggan di Balikpapan. Di perjalanan menuju Balikpapan, saya diapit dua bayi yang salah satunya menangis sepanjang 1 jam perjalanan ke Balikpapan. Bandara Sepinggan kurang lebih sama seperti bandara Ngurah Rai sebelum renovasi (bandara ngurah rai saat ini sedang direnovasi habis-habisan). Inilah kali pertamanya saya menginjakkan kaki di tanah Borneo. Pulau terbesar ke ? di dunia, tiba-tiba saya merasa menjadi orang Indonesia sungguhan. untuk pertama kalinya pula ada yang menyambut saya di bandara dengan papan panggil bertuliskan “Ms. Elza Surya Athory”. di bandara ini saya menghabiskan waktu 2 jam untuk duduk dan tidak berani kemana-mana karena takut tiba-tiba ada pengumuman untuk naik ke pesawat. Sampai pada akhirnya pesawat menuju destinasi terakhir saya, Berau (BEJ). Pesawatnya hanya berkapasitas 80 orang dengan guncangan dimana-mana, oopss.

Perjalanan saya hari itu cukup panjang karena harus menaiki 3 pesawat yang berbeda di pulau yang berbeda pula. Sesampainya di berau saya disambut dengan landscape ala Kalimantan, hutan. Hutan yang katanya banyak dibakar saja dari udara masih terlihat rimbun. Sesungguhnya saya masih amaze, tiba juga waktu dimana saya benar-benar melakukan perjalanan ini. Perjalanan yang merupakan pilihan saya sendiri, yang kata banyak orang saya terlalu rock and roll. Perjalanan yang pernah muncul dalam bentuk mimpi buruk. Perjalanan yang sering membuat budi bilang “elsa jangan ke berau”. Perjalanan yang membuat anak MB bilang “anak BD gimana?”. Perjalanan yang ditanyakan semua orang “lo sama siapa?” kemudian saya jawab “sendiri”. Jujur saja, saya sama sekali tidak memikirkan resiko dan konsekuensi apa yang akan saya hadapi. Saya berprinsip jika ada terlalu banyak pertimbangan, yang ada hanya jadi wacana, terkesan “ga mikir” bukan?.

Jadi, untuk diri saya sendiri, survive is a must. Berau bukan Tabanan, Depok, apalagi Jakarta. Yang setiap 2 km ada alfamart. Atau yang dimana-mana ada angkot. Atau yang sinyal telkomselnya H. Tapi ini tanah Borneo yang panas, tidak ada angkutan umum, tidak ada indomaret, tidak ada kenalan satu pun, susah mencari atm bca, antri spbu sampai jalan raya, dan sinyal axis SOS.


Jangan mengaku darah rantau kalau cemen! Jangan mengaku darah tasikmalaya-banyuwangi-tabanan-solo-tangerang-depok kalau 2 bulan saja kalah dengan 9 tahun hidup rantau!