Service System Engineering: Sebuah Transformasi

on Thursday, March 20, 2014
"Setelah bertahun-tahun menjelaskan apa itu teknik industri, saya mengambil kesimpulan bahwa teknik industri perlu mengganti nama untuk menjaga relevansinya saat ini. 
Hal ini terutama berlaku di institusi teknik industri kita. Mempertimbangkan lokasi di ibu kota dan cakupan kerja lulusannya, TIUI selalu berfokus untuk melayani industri jasa dengan tetap mempertahankan kemampuan untuk bekerja di industri manufaktur atau industri produksi barang. Sehingga akhirnya baru-baru ini disepakati bahwa TIUI akan menjadi A Service System Engineering Education Program. Namun saya sadar bahwa kesepakatan ini juga memiliki peluang untuk menambah permasalahan penjelasan karena: (1) harus menjelaskan dulu teknik industri itu apa dan (2) harus menjelaskan konsep service system engineering.
Ketika memikirkan strategi penjelasan inilah, saya akhirnya berkesimpulan bahwa kesalahan terbesar kami semua (para perekayasa industri) adalah karena kurang sadar bahwa kalimat “industri” akan selalu diterjemahkan oleh publik sebagai pabrik. Apalagi ketika disandingkan dengan kata “teknik”. Padahal jika merujuk kepada adanya istilah industri pariwisata, industri musik, atau industri layanan lainnya, telah jelas bahwa industri tidaklah memiliki makna tunggal ke pabrik atau pembuat barang saja, namun juga ke layanan jasa. Nah, apa arti sesungguhnya dari “industri”? Menurut saya adalah penambahan nilai (value adding)
Kata “industri” memang awalnya secara harfiah didefinisikan sebagai “economic activity concerned with the processing of raw materials and manufacture of goods in factories”, yang memang berarti adalah pabrik. Tapi terjemahan ini jika diambil makna sebenarnya adalah adanya aktivitas penambahan nilai. Aktivitas penambahan nilai (value adding activities) terjadi melalui transformasi satu atau beberapa material menjadi sebuah produk. Sebuah tepung terigu ketika diproses menjadi mie instan, memiliki pertambahan nilai yang dilambangkan dengan harga jual yang meningkat. Jadi ketika perekayasa industri melakukan tugasnya di berbagai proses transformasi di pabrik, ternyata disadari bahwa berbagai prinsip-prinsip yang terjadi di pabrik, dapat diimplementasikan pula di proses transformasi lainnya di non-pabrik. 
Mengapa ini terjadi? Karena ini pada aktivitas penambahan nilai ternyata berlaku secara universal di semua bidang. Konsep yang sama juga menyebabkan kata industri dipakai di industri pariwisata dan industri musik. Adanya pertambahan nilai dari sekedar menjual furniture, menjadi menjual kamar hotel, menjadi menjual atraksi wisata menjadi ciri industri pariwisata. Adanya pertambahan nilai dari hanya menyanyi di kamar mandi, menjadi rekaman, acara konser musik dan sebagainya.
Jadi menurut saya, sebaiknya Teknik Industri menjadi Teknik Penambahan Nilai (From Industrial Engineering to Value Adding Engineering). Karena sebenarnya yang dipelajari adalah bagaimana kita merancang, memasang (install) dan meningkatkan aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan sehingga dapat memberikan pertambahan nilai dari apa yang diproses. Harus diakui, untuk belajar maka lebih mudah menggunakan obyek manufaktur sebagai studi kasusnya, dibandingkan obyek jasa. Perhatikan kata lebih mudah, bukan tidak mungkin, karena di TIUI perancangan sistem tidak selalu sebuah proses produksi pabrik, tetapi proses layanan restoran, klinik/rumah sakit atau jasa pelabuhan.
Perhatikan pula kata aktivitas yang terkoneksi karena ini juga kata kunci dalam peningkatan nilai tambah. Jadi alih-alih berfokus kepada satu aktivitas yang hanya menjanjikan peningkatan terbatas terhadap nilai, maka fokus diberikan kepada koneksi. Itu yang menyebabkan seorang perekayasa industri eh maaf … perekayasa pertambahan nilai, perlu mempelajari berbagai hal secara cukup (bukan sedikit-dikit) untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi koneksi yang bisa memberikan penambahan nilai yang lebih tinggi. Kita memang tidak boleh terlalu dalam mempelajari satu komponen, karena kita bisa terjebak untuk hanya berfokus kepada komponen tersebut saja. Namun di mata publik, ini cukup ini dianggap sama dengan sedikit, jadi terkesan tidak jelas. Padahal seorang perekayasa industri, eh salah lagi.. perekayasa penambahan nilai :), sebenarnya adalah seorang spesialis, yaitu spesialis generalis. 
(Fokus ke interkoneksi yang membuat pula istilah sistem menjadi sering digunakan di teknik industri. Suatu hal yang akan saya jelaskan di tulisan lain.)
Jadi mungkin saatnya teknik industri berganti nama, karena menjelaskannya menjadi lebih mudah karena namanya menjadi lebih asing sehingga tidak ada asumsi awal yang harus dikoreksi. Pembaca atau pendengar tidak akan terjebak dengan kata industri yang berkonotasi dengan hanya pabrik, dan berpindah fokus ke pertambahan nilai. Karena pada kenyataannya memang teknik industri telah meluas dari sejak berdirinya ke industri-industri yang membutuhkan pertambahan nilai."
Sudah Siapkah Anda Ganti Gelar Jadi Sarjana Teknik Penambahan Nilai (ST.PN)?
(Artikel ini diambil dari blog hidayatno.wordpress.com)
Cukup menarik membaca tulisan dari Ketua Departemen Teknik Industri UI ini. Karena gue pun sering mengalami kondisi dimana gue harus menjelaskan kepada orang-orang sebenarnya Teknik Industri itu apa, belajar apa, biasanya kerjanya ngapain, produk yang dihasilkan apa, dan lain-lain. Masih banyak orang yang mengira Teknik Industri identik dengan industri manufaktur dan sangat lekat dengan kondisi pabrik. Padahal, makna dan teori yang kami pelajari tidak sesempit itu. Walaupun memang Teknik Industri ini lahir dari Teknik Mesin. Namun semakin kesini, lingkup Teknik Industri menjadi semakin luas dan secara bersamaan menjadi semakin spesifik juga. 
Dari tulisan Bapak Kadep TIUI ini sudah jelas memaparkan bahwa intinya pekerjaan kami para TI-ana adalah value adding. Memang untuk menjelaskannya secara mudah dan sederhana, biasanya gue bilang TIUI adalah ilmu yang objeknya manajemen tapi approachnya secara engineering. Masalahnya banyak orang masih mengira engineer selevel dengan teknisi, padahal engineering berarti rekayasa. Nah apa yang kami rekayasa? kami merekayasa produk dan proses agar memiliki added value atau nilai lebih (abstrak dan tidak mudah dicerna sepertinya ya). Personally, gue pro dengan digantinya nama Industrial Engineering menjadi Service System Engineering.
Jadi inget sama seminar 1 lalu, dan tema skripsi gue. Mungkin industri yang gue angkat adalah jenis industri yang tidak biasa dijadikan penelitian oleh kebanyakan TI-ana yang lain. Jadi di skripsi gue, gue mengangkat INDUSTRI SHOWBIZ (hiburan). Sebenarnya di tulisannya pun bapak Kadep sudah menjelaskan bahwa sangat memungkinkan kami-kami para TI-ana terjun ke industri kreatif seperti industri pariwisata dan musik. Dan pertimbangan gue kenapa akhirnya mengambil industri showbiz pun karena gue yakin ilmu teknik industri aplikatif di berbagai macam konteks industri. Walaupun harus menanggung resiko gue tidak menemukan terlalu banyak penelitian terkait yang bisa dijadikan acuan penelitian tapi sampai saat ini gue masih yakin dengan apa yang akan gue perjuangkan, hehehe.
Sebenernya kalo mengingat-ingat lagi kenapa gue mengambil concern ke industri showbiz, yah alasannya cetek sih, mmm....karena gue suka nonton konser (tapi ga suka bayarnya), wkwkwk. jadi semester lalu gue udah galau-galau gimana caranya biar skripsi gue jadi suatu hal yang menyenangkan. walaupun tadinya super susah cari idenya tapi alhamdulillah sampai saat ini dikasi jalan terus untuk gimana-gimananya. bisa banget nyambung-nyambungin online ticketing konser ke masalah e-loyalty dan e-commerce, haha. tapi karena topik inilah yang menjadikan so far skripsi gue jadi skipsweet bukan skripshit. yah kalo kerjaannya cari tau tentang fasilitas tiket konser di luar negeri, terus wawancara pengalaman orang beli dan nonton konser, ya seru, dibanding gue mesti ngurus-ngurus bahan bakar excavator tambang (kerjaan gue waktu kerja praktek yang bikin super duper stress).
Menarik dan agak lucu juga sih dengan tanggapan orang-orang mengenai apa yang gue skripsiin ini. Di seminar 1 kemaren dosen penguji masih bertanya-tanya sebenarnya industri showbiz itu apa dan bagaimana kaitannya dengan engineering factor yang harus gue kerjakan. dan di kantor orang-orang bertanya-tanya ngapain ada anak teknik magang di tempat yang basicly ngurusin media, haha. Tapi jujur, ini seru, dan semogaaaaaaa dikasi kelancaran terus sampai nanti yudisium, amiiiiiiinnn.
Kalau dulu waktu gue SMA, ga jelas apa alasan gue memilih Teknik Industri atau tidak sama sekali, sepertinya sekarang gue sudah menemukan alasan kenapa teknik industri adalah sesuatu yang seru banget.


Kangen

on Sunday, March 9, 2014
Kangen waktu dulu masih jaman semangat banget pengen belajar musik.
Excitement waktu sir imam, orang yang pertama kali percaya, bikin gue banting setir pertama kali dari keyboard jadi drumset. Yang pertama kali muji "saya suka dengan drummernya" dan bikin gue semangat banget belajar drum.
Kangen Tamimi sama Indi, temen nge-band paling awet dari pertama kali masuk sampe lulus, dari V4vendetta sampe elsa band (ini siapa yang nulis elsa band ya? panitia ya? gara2 gapunya nama :D), ketika formasi band berubah-ubah, mereka personel yang ga pernah lengser dari "band cewek" :D.
Kangen nungguin tamimi pinjem gitar indi buat ngulik lagu request-an gue.
Kangen serius dengerin ipod di tengah-tengah belajar, buat mengilhami pola drumnya.
Kangen menanti-nanti hari sabtu jam seni musik biar bisa masuk studio (walaupun seringnya berakhir gajelas main apaan, dan micnya sering ga nyala).
Kangen dibilang drummer of the day waktu ujian praktek seni musik sama pak guru edit.
Kangen screamnya irsyad di afterlife-nya avenged sevenfold
Kangen transfer lagu-lagu di komputer perpus.
Kangen rekaman XCL di kelas pake recordernya MP3 samsung (MP3 sejuta umat) buat ikutan lomba cipta lagu republika.
Kangen rekomendasi lagunya irsyad.
Kangen ngecover lagunya avril sama paramore sama "band cewek" (sepertinya gue terlalu memegang kendali dalam pemilihan lagu ya, hehehe)
Kangen rolling posisi di band (kalo gue kedapetan main gitar, lagunya cuma 1: kiss me)
Kangen (selalu) jatuh hati sama anak band.
Kangen menanti-nanti ajang tahunan, Alcatraz, dimana cowok-cowok mendadak ganteng buat manggung dan diteriakin sama cewe-cewe.
Kangen irfan babeh waktu jadi vokalis, waktu jadi drummer.
Kangen imam TR jagoan gitar yang paling gue terhipnotis kalo udah berduaan sama gitarnya.
Kangen imam TR lagi depapepe-an.
Kangen imam TR gitaran, elsa druman (di studio), atau keyboardan (di XI.NS.2) hahahahaha.
Kangen imam TR di panggungg!!!!!!!!!!!! (jlazzzzz -,-)
Kangen duo master gitar berkolaborasi: imam TR + irsyad
Kangen kagumnya irsyad sama hasil nguliknya tamimi.
Kangen XCL band, yang mempersatukan gue sama imam TR wkwkwkwkwk (bukan galau sumpah)
Kangen XCL band generasi 1, main drum, bareng alif yang suaranya dikagumi para wanita dan imam TR yang suka ngemut pick gitar. Bawain understatement-nya new found glory yang sumpah seru banget haha.
Kangen XCL band generasi 2, main keyboard, bareng lagi sama alif sama imam TR, nambah jagoan drum dagink, dan jagoan bass garda. Bawain another day-nya dream theater (cari mati). saking niatnya, sampe bawa keyboard ke asrama biar bisa belajar.
Tapi sayang, ambisi buat manggung di alcatraz bareng XCL atau sama "band cewek" yang tak bernama itu belum jadi kesampean :(

pokoknya kangen di masa-masa dimana gue masih sangat excited untuk belajar musik.
ntah kenapa pas udah ada akses dan kesempatan buat belajar musik lebih dalam, jadinya malah ga semangat kayak dulu. orang-orang yang main drum pun jadi ga se-charming itu. padahal dulu bermimipi-mimpi banget jadi musisi :p

i really miss that excitement.
i really miss play in a band, in a real band, with a vocalist, guitarist, bassist, and drummer.
and i really miss my high school era.